(03 May 2024 | 13:24)

Menghadapi Anak Tantrum

     Hampir semua orang tua pernah menghadapi situasi anak menangis, teriak-teriak, menendang-nendang, bahkan melakukan suatu hal yang tidak diinginkan baik di rumah atau di tempat umum karena keinginannya tidak tercapai atau kemauannya tidak dituruti, atau bahkan ketika usahanya gagal. Kejadian seperti ini disebut dengan tantrum. Lalu, apa sebenarnya tantrum itu ?

     Tantrum adalah ledakan emosi tiba-tiba, biasanya banyak dilakukan oleh anak-anak atau mereka yang dibawah tekanan emosi yang tinggi. Biasanya diwujudkan dalam bentuk menangis, teriak, mencubit, melawan, menolak ditenangkan, memukul bahkan menggigit siapa saja yang sedang dihadapinya. Anak akan kehilangan kontrol diri dan mempengaruhi orang dewasa disekitarnya untuk mencapai ketenangan. Tantrum akan berkurang seiring berjalannya usia anak, dengan syarat orang tua membantu mengarahkan tantrum dengan baik.

MENGAPA ANAK TANTRUM ?

  1. Anak tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan keinginan yang tidak bisa atau tidak boleh dicapainya. Serta bagaimana mendapatkan perhatian dari orang tuanya.
  2. Anak tidak tahu bagaimana cara mengatasi kesedihan, kemarahan, kekecewaan yang sedang mereka alami.

     Anak adalah pengamat yang ulung, mereka tahu dengan cara marah, menangis sekeras-kerasnya, ayah/bunda akan merasa tidak nyaman dan akan segera menuruti kemauannya. Hal ini didapati anak saat pertama kali ayah bundanya menyelesaikan tantrumnya.

Jika melihat dari alasan mengapa anak tantrum, tentulah orang tua dapat menentukan sikap bagaimana menangani anak ketika tantrum. Lalu, apa yang harus dilakukan ?

  1. Orang tua mampu memprediksi pada situasi apa anak akan tantrum, sehingga orang tua dapat berusaha menyiapkan diri untuk calm down saat anak menunjukkan tanda-tanda tantrum. Semakin orang tua marah, maka frekuensi tantrum akan semakin menjadi-jadi.
  2. Tinggalkan anak sejenak, pastikan anak aman dengan cara menitipkan atau melihat dari kejauhan. Dengan demikian, ayah bunda juga dapat sekaligus menenangkan diri dengan menarik nafas, berwudhu, beristighfar dsb.
  3. Biarkan anak melakukan “haknya” dalam mengekspresikan perasaannya melalui marah dan menangis. Orang tua tidak perlu menahan atau memaksa anak untuk tidak boleh marah. Boleh dengan mengucapkan secara jelas pada anak “Ya sudah, adek marah dulu ya.. nggak apa-apa nangis, mama tunggu
  4. Dalam rentan waktu kurang lebih 10 menit tantrum dirasa belum selesai, kembali kepada anak dan mencoba memberi pelukan.
  5. Jika sikap marah dan sedihnya sudah mulai reda, terdengar sedikit isakan tangis, ayah atau bunda mendekat sambil membelai dan memeluk anak. Lalu bersama-sama melakukan refleksi apa yang terjadi sebelum anak menangis. Misalnya : “Maaf ya.. mama nggak beli coklatnya untuk adek, karena tadi pagi sudah beli, besok lagi ya kalau kita ada rejeki”
  6. Keesokan harinya, saat ananda lebih tenang dan ceria. Dapat dibahas bersama-sama “Kemarin siapa yaa.. anak yang nangis gulung-gulung di depan toko minta coklat ?” tunggu jawaban anak, kemudian orang tua menyampaikan “Mama/ayah tidak belikan karena adik kan lagi batuk, mama sedih kalo adik sakit, nanti kalo sudah sembuh batuknya kita beli lagi ya.” Sembari menyampaikan ekspresi yang bagaimana yang sebaiknya ditunjukkan.

     Kunci dari terjadinya tantrum pada anak ialah, anak tidak mendapatkan apa yang menjadi keinginannya, baik berupa benda, perhatian, atau ungkapan perasaan. Jika orang tua “kalah” dengan situasi anak saat mereka tantrum kemudian memberikan apa yang diminta, hal ini akan semakin membentuk dan menguatkan rasa dan sikap tantrumnya di kemudian hari dan anak akan belajar bahwa tantrum merupakan cara yang baik agar ia mendapatkan yang anak inginkan.

            Jika tantrum berlanjut diatas usia 4 tahun, maka ada masalah yang perlu orang tua cari tahu lebih dalam. Apakah anak mempunyai masalah dengan teman atau guru di sekolah? ataukah mengalami tekanan lainnya yang tidak dapat ia ungkapkan. Menghadapi tantrum memang tidak mudah, orang tua perlu TTS : “TEGA,TEGAS dan SABAR” selain itu juga dibutuhkan proses yang konsisten. Semoga ayah bunda dimudahkan Allah dalam mendampingi ananda berproses. Aamiin.. (Pra)